Selasa, 04 Agustus 2020

(HALTE SERIES-DUA) : Selasa, SMA Tunas Mandiri, Introduce


Selasa pagi sungguh cerah terasa,karena langkah kaki Dirga melaju lebih awal dari hari Senin kemarin, kurang dari jam setengah tujuh Ia sudah berada di halte SMA Tunas Mandiri B. Di sana terlihat seorang wanita dengan blazzer hitam berkemeja putih dan dihiasi dasi kecil hitam serta rambut yang dikuncir kuda, Ia duduk tepat di bangku halte tempat biasa Dirga menunggu. Ia sendirian dan sepertinya akan menuju kantor, gayanya seperti pegawai bank, yang jelas halte nampak tak seramai seperti hari-hari biasanya.



Dirga mencoba menoleh ke area sekitarnya, tak Ia temukan lelaki pelukis bersifat dingin itu hari ini. Syukurlah pikirnya. Dirga pun mengambil posisi duduk di sebelah wanita kantoran itu, seketika badannya pucat serta perlahan memberikan gerakan tangan memegang lehernya. Seperti orang masuk angin, atau justru salah posisi tidur dengan pandangan menuju Dirga,


“ Mbak gapapa?, Mbak sakit?,” ujar Dirga spontan. Respon wanita itu hanya diam seolah-olah fokus dengan gerakan tangannya ke arah leher sambil menunduk. Dirga menjadi merasa bersalah dengan sorotnya terhadap wanita itu, Ia pun mencoba sedikit bergeser dan melihat ke arah lain.


Bus kuning nomor 12 selalu Dirga tumpangi jika Ia tidak terlambat, wanita itu melambaikan tangan pertanda bus harus berhenti di halte SMA Tunas Mandiri B. Ia dan wanita itu menaikki bus dengan posisi wanita itu yang masuk terlebih dahulu lalu disusul oleh Dirga di belakangnya.


Pukul menunjukkan jam 12 siang, Dirga berhenti tepat di SMA Tunas Mandiri A, benar saja saat itu juga semua siswa-siswa berhamburan keluar gerbang, namun sedikit sekali anak yang menunggu jemputannya di halte Tunas Mandiri A, tiba-tiba pemandangan indah memikat pandangan Dirga untuk kedua kalinya, gadis manis yang Ia temui kemarin kembali datang menuju takdir bertemu dengannya. Gadis itu, sendirian juga menatap Dirga yang duduk di Halte, perlahan langkah kakinya membawa Gadis itu ke arah Dirga.


Hari ini, kardigannya berubah menjadi jaket denim berbahan jeans seperti anak-anak kekinian. Pandangan Dirga tak berhenti, seketika membuatnya menundukkan kepala karena takjub. “ Permisi, kamu Dirga?,” ujar Gadis itu memecah keheningan, setelah dia mengambil tempat duduk tepat di sebelah kiri Dirga, bak adegan film-film remaja yang setiap jedanya teriasi momen romansa.


“Saya? Iya, Saya Dirga Utama,Saya siswa SMA Dharma Bakhti Mbak. Tapi kita kan belum kenalan masa Mbak sudah tahu nama Saya?” dengan sentuhan tangan ke lehernya, Dirga dan pandangannya adalah simbol yang menjadi pertanda bahwa Ia tak sanggup menatap mata gadis itu, sontak Dirga dengan nada heran namun senang dibuatnya oleh gadis itu, karena mengetahui namanya.

“ Hmm, kamu ga inget Saya? Hmmm maksud Saya, Saya tahu nama kamu dari Pak Jehrin. Oh ya kalau begitu perkenalkan Saya Ervinia Sahraniza, panggil saja Ervi, Saya siswa SMA Tunas Mandiri ini, dan tahun ini merupakan tahun terakhir saya belajar disini, salam kenal,” balasnya dengan nada yang jauh lebih mengherankan dari Dirga sebelumnya, dengan senyum ragunya karena di ujung matanya tak ada lipatan pertanda seolah-olah menyembunyikan sesuatu dari balik senyumnya, tapi Dirga yakin Ervi adalah anak baik-baik.

“ Salam kenal juga Ervi, tapi Saya tidak mengenal siapa yang kamu maksud Pak Jehrin itu”
Seketika telunjuk Ervi mengarah ke sebrang jalan, halte SMA Tunas Mandiri B. Lelaki pelukis bersifat sok tahu dan tidak ramah yang Dirga kenal Senin kemarin, ternyata juga dikenal oleh Ervi. Ingin rasanya Dirga hapus suatu siklus yang membuatnya harus mengenal lelaki pelukis jalanan itu.

Selang beberapa menit kemudian, bus datang dan terpaksa menghentikan obrolah Dirga dan Ervi kala itu, ditemani mendung yang menjadi momen yang tepat untuk segera kembali ke rumah bagi Ervi, dan Panti bagi Dirga.

“ Dir, Aku pulang dulu ya. Hati-hati dir,” ucap Ervi sambil menoleh ke arah dirga seraya berdiri dari bangku tempat Ia menunggu bus, sembari melangkah perlahan ke pintu bus yang hampir tertutup itu.

“ Iya vi, Kamu juga. Makasih ya,” Dirga pun berdiri menatap pintu bus yang telah tertutup, namun Ervi menoleh ke arah jendela karena posisi duduknya berada di sudut bus.

“Sama-sama Dir,” Seraya berkata dengan nada samar, dan senyum tipis.

Saat itu juga, Dirga merasa seperti menatap bulan di siang hari. Ada perasaan tak percaya, namun benar adanya terjadi. Do’anya terkabul walau hanya sebentar, tapi baginya penuh makna. Tak beberapa lama, bus itu pergi melintasi pandangan Dirga, lelaki pelukis sebrang jalan masih sibuk dengan palet dan kanvas handalnya. Dirga pun menghampirinya.


“ Pak... ,” ujar Dirga keluh. Sambil menatap goresan kanvas lelaki itu. Gambar wanita yang sepertinya memiliki keturunan warga negara asing, dengan seragam Sma Tunas Mandiri. Yang di bawahnya bertuliskan.

I knew you always here, so i was here with you. Enzy

“ Kenapa? Seneng disapa dan dikenal sama gadis tercantik di SMA Tunas Mandiri?,” ucap pak Jehrin memotong kalimat Dirga yang sebelumnya sudah bisa Ia baca.

“ Iya, Saya berterima kasih atas itu pak, hehe. Tapi bukan itu yang Saya maksud. Saya kan belum pernah mengenalkan siapa diri Saya ke Bapak.,”

“ Tidak perlu terima kasih, sesuai dengan perkataanmu, gadis itu mengenalmu karena takdir tidak pernah melewatkanmu, ya walaupun lewat perantara bapak. Soal kenapa bapak tahu namamu, karena kemarin dompetmu ketinggalan di halte, dan kebetulan gadis itu yang menemukannya setelah kamu pergi. Saat itu, dia tidak melihat orang di halte, jadi dia memanggil bapak untuk memberitahu perihal dompetmu, dan dari gerak-gerikmu bapak lihat kamu tertarik dengan gadis itu, maka dari itu bapak lihat tanda pengenalmu di dompet, dan memperkenalkanmu dengannya,” setelah sekian banyak penjelasan pak Jehrin, Ia menertawakan Dirga dengan mengambil sebuah benda, yakni dompet Dirga yang masih berada di tangan pak Jehrin, dan seketika Ia lempar.

“ Ini, ambil dompetmu! Besok-besok tinggalin aja ya di rumah gadis itu biar kamu makin sumringah!,” ujar pak Jehrin mengejek Dirga dengan gelak tawanya.

Yang dibalas dengan tangkapan Dirga atas dompetnya itu, dan berakhir dengan kata ‘terima kasih untuk kedua kalinya’ yang membuat kaki dirga beralih menuju pantinya. Dan di waktu itu juga, Ia berpikir bahwa, ternyata Pak Jehrin tak seperti apa yang Dirga pikirkan,  Pak Jehrin adalah orang yang baik dan ramah, walaupun banyak hal yang sulit untuk ditebak darinya.

“Dasar bapak-bapak,” balas Dirga sambil berlari dengan raut kesal. Namun harus Dirga akui, bahwa hari ini Ia benar-benar bahagia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar